Kegetiran yang dirasa pada manusia yang sedang dilanda
beberapa tahun lalu menuai persepsi kondisi buruk yang dijalani. Menambah
informasi yang kurang efektif menjadikan kita berburuk sangka pada apa yang
sedang kita hadapi ketika itu. Timbul diskusi dalam diri untuk mewaraskan
pikiran kita supaya tidak mengumpan balik wacana ke publik karena di Indonesia
sendiri tidak berlaku sebuah demokrasi yang jelas. Suatu pendapat kritik sosial
masih perlu dikembangkan di Indonesia supaya suatu peradaban ini menjadi suatu
peradaban yang lebih baik lagi. Suatu keresahan tersebut dituang sebagai album
penuh yang bertajuk “Re-Violence”. Band yang berasal dari Denpasar
dibentuk sejak tahun 2013 ini, Winnie The Blues sempat mengeluarkan
beberapa singles dan mengeluarkan 1 Extended
Play (EP) yang dikeluarkan pada tahun 2020.
Tepat pada tahun 2023 ini perilisan
digital musik telah hadir pada bulan lalu sebagai album penuh. Tema yang
diangkat pada album ini adalah sarkasme terhadap apa yang sedang terjadi,
berhadapan dengan situasi lika-liku percintaan dengan momentum yang kurang
tepat, bahkan situasi interpersonal yang selalu kita hadapi ketika kita sendiri
harus berjuang dengan penuh untuk bisa melewati problematik yang sedang kita
lakukan. Semua
keresahan tersebut dirangkum menjadi satu album penuh yang berisi 10 daftar
lagu dengan siap dipublikasikan.
Karakter tata suara pada album ini
sangat berubah daripada karya-karya sebelumnya. Mendominasi jenis musik rock,
tapi tidak menghilangkan jenis musik blues yang dimainkan.
Tata suara yang dipilih mengambil karakter musik rock tahun
60'an dan 70'an. “Mencoba mempertahankan tone gitar
yang saya senang Stratocaster dengan overdrive tetap ada di
setiap lagu. Vokalnya aku tambahin saturasi agar mendekati dengan tema musik
karena karakter vokalku ga tertalu bagus hahahaha”, kata Teja. Sebuah
signifikan yang dihasilkan, album penuh ini begitu berbeda dirasakan. Tidak
lagi mengambil suatu romansa anak muda. Melainkan banyak keresahan yang harus
dibiacarakan. Pendewasaan tersebut membuat rangkuman 10 lagu ini menjadi awal
melangkah Winnie The Blues meramaikan kancah musik Nasional.
Re-Violence adalah manuver yang sangat kuat untuk bisa kita rasakan bahwa semua keresahan kita menjadi ujung tombak apa yang sedang kita alami. “EP pertama topiknya begitu ringan dengan ruang lingkup asmara remaja yang nota benenya album ini belajar menulis lagu. Namun, album ini sangat berbeda jauh dengan apa yang kita kerjakan. Momen pada tahun 2020 ke atas, setiap media yang tayangkan di televisi terpampang di setiap lagu, maka terciptalah album keresahan ini”, kata Teja. “Dan setidaknya di album terbaru ini menjadikan kami merasa puas memiliki album penuh selama berlangsung sangat lama”, tambah Teja untuk mengakhiri.
Proses pendewasaan album ini
melalui Re-Violence, Winnie The Blues ingin semua orang tidak
luput dari suatu keresahan yang dialami masing-masing orang karena hal tersebut
akan memberikan dampak kepedulian kita sebagai manusia agar lebih peduli lagi
dengan apa yang kita lihat dan kita rasa. Suatu pesan yang ingin dibagikan
kepada khalayak pendengar bahwa semua itu akan menjadi keresehan milik kita
bersama. Hanya saja dengan cara orang masing-masing untuk bisa memahami
keresahan apa yang sedang dialami melalui berbagai media masing-masing.