The Jems merilis sebuah album progresif secara genre berjudul 'Buy One Get War.'

0

 


Sambutlah The Jems, peluru hardcore asal Tangerang. The Jems sendiri lahir dari sebuah warung kecil disebuah gang di Tangerang yang biasa disebut anak-anak muda sekitar dengan sebutan ‘Warung Basmen’. Ditengah rumit dan padatnya kehidupan selulus SMA Afrizal Aji Bayu (Bass), dan Dito Raharjo (Vocal) sepakat membetuk sebuah band yang diperuntukan untuk tuangan emosi serta kejenuhan sehari-hari. Selepas itu Kesid Mukti (Gitar) dan Anugrah FIkriansyah (Drum) menyusul untuk dibaptis. Akhirnya sekelompok pemudah pemarah dan sok tau itu menjadi satu kesatuan, The Jems.

The Jems sudah seperti Binder Book bagi masing-masing personil The Jems itu sendiri, saling menulis cerita hidup sehari-hari serta bertukar pengalaman hidup unik layaknya ketika kami saling bertukar sticker langka Digimon semasa kecil kami, sudah menjadi tugas mutlak The Jems sebagai sebuah wadah. Hal tersebut bisa dilihat dari bagaimana album “Buy One Get War” dibuat.

Jauh dari presepsi band hardcore pada umumnya yang cukup sering mengangkat perihal masalah politik, kekerasan di sekitar ataupun keinginan bunuh diri, The Jems hadir dengan semangat melawan kekalahan. Album “Buy One Get War” sendiri merupakan sebuah pengaplikasian perasaan semu perihal kehidupan di umur 20-an, dimana di umur ini segala hal menjadi prioritas secara tiba-tiba, seperti gengsi, pamor, kemenangan, bahkan kelaparan. “Buy One Get War” jadi kanvas kongkret untuk melukis bagaimana kami sebagai seorang insan menang telak mengalahkan semua problema tersebut.

Pada album ini sendiri, sekali lagi The Jems nampak melakukan eksperimen dengan sok tau saja, sebagaimana The Jems seharusnya. Di album ini The Jems semakin mencoba mendekati beberapa refrensi serta panutanya seperti suara suara dari Thirteen Song milik Fugazi, ataupun dentuman gendering perang milik Champion. Dengan ini mereka seolah melakukan penegasan atas kemenangan telaknya dengan musik yang juga energik dan menggugah amarah ini.



Fucked Up Got Zipped :

Lagu yang menjadi pembuka album ini bercerita perihal fana-nya materi perkuliahan yang diterima oleh Dito sang vokalis, dimana dalam hal ini Dito sang vokalis lebih senang mengeksplor dunia yang mempunyai luas sebesar lima juta kilometer dan mengetahui berbagai hal didalamnya ketimbang harus membaca buku dengan kertas sebanyak tiga ratus halaman, dan hanya mendalami satu ilmu saja, ah...sudahlah...

Go Back To The Krü :

Di track kedua, kini giliran Kesid sang gitaris yang menceritakan kisahnya, dimana dalam hal ini kesid merasakan angin bebas serta kelegaan tanpa batas selepas menyelesaikan berbagai urusan kehidupan perkuliahan-nya, dimana sekali lagi, Kesid bisa melakukan sesuatu tanpa dasar tesis atau teori apapun dan melibas semua hal di depanya dengan lantang.

Sinatra Versi Plastik :

Di track ketiga, kita kembali ke Dito sang vokalis, dimana dalam lagu ini bercerita perihal betapa muaknya Dito mendengar berbagai cerita, dongeng, kisah, atau apapun itu dari jutaan abang-abang- an yang di temui olehnya, perasaan itu tergambar jelas dari potongan lirik dari lagu ini yang terdengar lugas, asbun, dan songong, “kau yang terlalu mid-century, untuk kami yang sudah cyberpunk. Kau yang masih saja akustik, untuk kami yang sudah modular”.

Sial Besok Senin :

Lagu ini menceritakan bagaimana Afrizal sang bassist menjalankan kewajibanya sebagai seorang mahasiswa, namun masih saja mendapat tuduhan yang tidak-tidak dari orang tuanya. Dimana mata sayu yang tercipta akibat Afrizal yang tanpa henti mengerjakan berbagai tugas yang diberikan oleh dosen-nya menjadi objek tuduhan tak terarah, dimana Afrizal dituding menggunakan narkotika hanya karna mata sayu yang ia pakai untuk mengerjakan seribu tugas dari dosen-nya.

Buy One Get War :

Lagu yang menjadi judul album ini sendiri bercerita tentang bagaimana laki-laki tanggung yang belum siap menjadi seorang pria, namun dihadapkan dengan sebuah kondisi yang memaksa dia menjadi seorang ksatria. layaknya kamikaze, kita hanya punya dua pilihan, berjuang sampai selesai, atau mati memalukan.

Mental Health :

Lagu ini menceritakan perihal perjuangan Dito sang vokalis, saat melewati sebuah kondisi yang tidak dia pernah percaya akan terjadi pada dirinya sendiri. Tak perlu kami jelaskan apa kondisinya, kalian bisa baca judulnya, memukul kepala dengan mic ketika melakukan pertunjukan, hingga meninju wajahnya sendiri ketika mengambil verse dari lagu The Jems, menjadi kebiasaan buruk dari Dito di fase itu. Namun sekali lagi, kami bisa menang dan keluar dengan bangga.

Negative Conversation :

Lagu ini merupakan bentuk perlawanan Dito sang vokalis dari lirik-lirik ciptaan Ian Curtis di Joy Division yang menyerang isi kepala dan cara berfikirnya.

Panduan Hidup Tuan Mckaye :

Lagu ini bercerita tentang bagaimana The Jems berusaha keras untuk keluar dari semua jeratan yang mencekik mereka selama ini, seperti egoisme, idealisme yang tak relevan, hingga ketergantungan terhadap sesuat, dan sekali lagi bisa kami gaungkan dengan lantang, bahwasanya “kami menang telak” atas semua hal yang terjadi ini.

Pada dasarnya cobaan dalam kehidupan ada berbagai macam bentuk, berat, serta rasanya, dan lewat album ini, kami ingin menebar optimisme serta keyakinan pada diri masing-masing pendengar bahwasanya segala masalah akan berlalu dan kita akan sama-sama menang di akhir hari nanti.

 

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)