Bising dan
serampangan menjadi dua kata yang bisa menggambarkan
keseluruhan karakter
dari unit indie rock/grunge asal Bogor ini.
Di tahun 2024 lalu, Telly Blue
merilis single perdana berjudul ”Hi Heels” pada laman Bandcamp mereka. Tak lama
berselang, unit indie rock/grunge asal Bogor ini merilis EP Demo Live dalam
format kaset pita berisikan 5 lagu (4 lagu dan 1 lagu bonus).
Dalam rentang waktu yang
berdekatan, Telly Blue juga berkesempatan menjadi pembuka pertunjukan Asal
Bunyi: Album Baru, Dax! bersama Texpack, Swellow, dan Rrag di Krapela, Jakarta
pada Juni 2024. Saat ini, Telly Blue sedang melakukan proses rekaman untuk
rilisan mendatang. Di sela-sela waktunya, mereka memutuskan untuk merilis
kembali EP Demo Live namun kini dalam format digital bersama label sekota,
Tromagnon Records, pada Jumat (13/06).
Ada perbedaan pada rilisan kali
ini dengan versi terdahulunya. Telly Blue tetap menggunakan rekaman live yang
lalu, namun sedikit dikerjakan kembali di sisi audio, juga mereka mengganti
bonus lagu yang ada di kaset dengan kisi-kisi rilisan mendatang.
Total empat lagu tersebut adalah
“Hi Heels”, “Stumble”, “Friday”, “Holy”, serta satu bonus lagu baru berjudul
“Inhaler”. Judul EP pun mereka ubah menjadi Both Sides: Hi-Heels/Stumble/Friday/Holy/Inhaler.
“Rilisan digital ini kami pakai
rekaman live lama, tapi berbeda dengan yang di kaset. Ini rekaman awal tahun
lalu saat sedang workshop, jadi tujuan awalnya sebenarnya bukan untuk dirilis
karena rencana awal penginnya album. Setelah kami diskusi panjang, jadinya EP.
Rilisan sekarang untuk mengisi kekosongan saja, tapi sebetulnya mah kepentok perekonomian
juga [tertawa],” ujar Fajar Sanjaya (vokal, gitar).
“Paling ada tambahan efek gitar
dari saya dan sound gitarnya Fajar juga jadi beda dari yang demo di kaset. Agak
‘kotor’ terarah dan agak ‘basah’ sedikit. Terus kami take-nya live di Janari
Rekords yang mana merupakan rumah dari kawan kami, Nabil Hatomi. Jadi ya gitu sempit-sempitan
ngejejer, seru sih, bocor sana sini selaw lah,” lanjut Arga Fajrian (vokal, gitar).
“Kalau untuk alasan dirilis dalam
versi digital, sudah pasti pengin bisa jangkau pendengar lebih jauh sih,
soalnya teman-teman pengin mendengarkan materi kami namun sejauh ini hanya bisa
melalui kaset,” tutup Alifian ‘Aweh’ Kusuma (drum).
Penulisan lirik banyak digarap
oleh Fajar. Baginya, rilisan ini bukan hanya sekadar ‘demo’ semata. Ia
mengungkapkan, rangkuman buku harian pribadinya sangat sentimentil dan rasanya
menyenangkan untuk dibagi lebih jauh lagi. Maka dari itu, ia banyak mengambil sudut
pandang orang ketiga yang melihat kisah-kisah ”tongkrongan” di sekitar.
Keseluruhannya diperkuat dengan
isian gitar Arga dan Fajar yang kasar nan berisik namun kadang terdengar
melodius, pattern drum indie rock ala Aweh yang turut terpengaruh music art pop
sampai psychedelic, bisa dirasakan saat fill-in di beberapa bagian, hingga teriakan-teriakan
dari Fajar dan Arga, keseluruhan tersebut menambah kesan ”bangor” atau malah
kepolosan yang menarik untuk disimak, sambil menunggu rilisan mendatang.