Satu lagi grup band baru
pendatang dari Yogyakarta. Adalah Fraidé, kwartet indi pop yang terbentuk
karena semangat serupa untuk merealisasikan mimpi yang sempat tertunda. Fraidé
beranggotakan Gie Seddon (vokal), Gilang Hermani (gitar), Kade Agus (bass), dan
Nano Rasendria (drum). Keempatnya bukan wajah baru di dunia musik lokal.
Semuanya pernah berproses dan telah berkarya di grup band mereka sebelumnya.
Didirikannya Fraidé karena
kesamaan visi mereka saat ini yang sudah sibuk dengan keluarga dan pekerjaan
masing-masing. Kendati demikian, mereka mengamini bahwa musik selalu menjadi
jalan untuk tetap lebih 'hidup'. Lalu mereka bersepakat membuat entitas baru
dalam berkarya.
Nama Fraidé lahir dari kisah
sederhana namun penuh makna bagi masing-masing personelnya. Di tengah padatnya
rutinitas, satu-satunya waktu yang bisa mereka manfaatkan untuk berkumpul dan
berlatih adalah hari Jumat, yang dalam bahasa Inggris berarti Friday. Ide nama
Fraidé pertama kali dilontarkan oleh Gilang Hermani dan langsung disepakati
personel lainnya.
"Semakin sering kami bertemu
dan berproses bersama setiap hari Jumat, muncul satu pemikiran, 'Kenapa tidak
Fraidé saja?'," kata Gie Seddon mengawali. Nama Fraidé disepakati bukan
hanya karena latar waktu berkumpul dan berlatih, tetapi juga karena memiliki
makna lebih luas. Jumat adalah awal dari akhir pekan dan momen yang
ditunggu-tunggu oleh banyak orang. Hari ketika orang mulai pulang ke rumah,
berkumpul dengan keluarga dan sahabat, menemukan Kembali kebahagiaan setelah
melewati hari-hari sibuknya.
"Di satu sisi, hari Jumat
juga dianggap sebagai hari besar dan mulia bagi Sebagian orang. Sehingga
harapan kami dari pemilihan nama Fraidé juga bisa menjadi istimewa seperti
Jumat," timpal Gilang Hermani.
Untuk genre musik, secara umum
Fraidé mengusung pop, namun tidak meninggalkan unsur overdrive hingga distorsi
kental pada gitar. Fraidé mengambil banyak referensi dari grup-grup band
alternatif rock 90-an, seperti The Cranberries, The Cardigans, Placebo, The
Cure, Alanis Morissette, The Smashing Pumpkins, The Verve, dan selingkarnya.
Bukan rilis satu lagu, tapi
langsung mini album Meski baru seumur jagung dan namanya belum banyak dikenal
khalayak, namun Fraidé tetap percaya diri berkarya secara nyata. Tak cuma
single atau satu lagu saja, Fraidé justru mengambil langkah berani langsung
mengeluarkan empat lagu sekaligus. Keempat lagu itu mereka tuangkan dalam mini
album atau extended play (EP) berjudul 'Reflection'.
Langkah ini patut diapresiasi,
lantaran sejak beberapa tahun silam sebagian Musisi lebih gemar 'cari aman'
dengan merilis single, satu demi satu saja. Memang, semua musisi punya
pertimbangan masing-masing. Namun Fraidé juga punya alasan kuat kenapa harus
merilis karya dengan format EP sebagai karya perkenalan.
Menurut Gie Seddon, Fraidé
langsung merilis EP karena keempat lagu di dalamnya memiliki benang merah yang
saling terhubung. Lagu-lagu ini bukan hanya berdiri sendiri, tapi merupakan
bagian dari satu storyline utuh sebuah perjalanan emosional dan naratif,
bertahap dan saling melengkapi.
Empat lagu yang ada dalam EP
‘Reflection’ sekaligus menjadi cerminan perjalanan batin, pencarian jati diri,
dan proses pendewasaan yang dialami para personel Fraidé selama bertahun-tahun.
"Merilisnya secara bersamaan
memungkinkan pendengar menikmati keseluruhan cerita. Ada pengalaman yang ingin
saya sampaikan secara penuh mulai dari refleksi, pertanyaan, pencarian, hingga
kesadaran. Jika dipisah-pisah, rasa dan makna dari keseluruhan cerita itu bisa
terpotong," papar Gie Seddon.
"Dengan merilis EP ini
secara utuh, kami berharap pendengar bisa masuk lebih dalam ke dalam ruang
pemikiran dan batin kami, mengikuti alur kisahnya, dan mungkin menemukan bagian
dari diri mereka sendiri di dalamnya," lanjutnya.
Selain itu, bagi Gilang Hermani,
pencapaian terbesar musisi seharusnya adalah karya yang komplet. Karya tersebut
dimaknai Fraidé bukan dari satu atau dua lagu saja, tapi lebih banyak lagu yang
berkesinambungan.
"Saya dan teman-teman
sepakat ketika sebuah band mengeluarkan karya, bentuk monumental dan
pencapaiannya sebaiknya harus album, bisa dalam wujud EP ataupun full
album," tambah Gilang Hermani.
Semua lagu dalam mini album
'Reflection' berbahasa Inggris, kenapa? Alasan Fraidé mengemas lirik berbahasa
Inggris juga sangat matang. Bukan serta-merta mengesampingkan bahasa Indonesia,
tapi sejak awal Fraidé punya visi agar karya mereka nantinya tidak melulu bisa
dinikmati pendengar dalam negeri saja, namun juga bisa terjangkau audiens
global.
Lirik empat lagu dalam EP
tersebut awalnya dibuat oleh James Seddon, pasangan dari Gie Seddon. Setelah
itu Gie mulai menyesuaikan lirik agar lebih pas dengan aransemennya. Proses
kreatif keduanya berkembang secara natural dalam bahasa Inggris tanpa
mengurangi makna maupun kedalaman cerita dari lagu pertama hingga terakhir.
"Jadi memang bahasa Inggris
kami pilih sebagai jembatan untuk memperluas cakupan pesan dan emosi yang ingin
Fraidé sampaikan. Bagi kami bahasa hanyalah medium, yang terpenting adalah rasa
yang tersampaikan," kata Gie Seddon.
Fraidé juga optimis punya
diferensiasi dengan grup-grup band lainnya. Bagi mereka, yang membedakan Fraidé
bukan hanya dari genre atau aransemen musiknya, tapi lebih pada bagaimana
mereka mengemas lagu dan pesan yang ingin disampaikan.
"Yang paling kami unggulkan
adalah kedalaman pesan dalam setiap lagu. Lirik-lirik kami memang lahir dari
pengalaman nyata dan fase-fase kehidupan yang kami rasa pernah atau akan
dialami oleh siapa saja. Kami ingin setiap orang yang mendengarkan lagu Fraidé
bisa merasa, 'Oh, ini tentang saya.'," jelas Gie Seddon.
Single utama dari mini album
Fraidé juga berjudul 'Reflection'. Lagu ini terlahir dari momen refleksi
mendalam Gie Seddon setelah ia menjalani perjalanan solo ke negeri orang.
Perjalanan tersebut menjadi titik balik sebuah ruang sunyi yang justru penuh
suara-suara dalam dirinya sendiri. Di sanalah muncul kesadaran bahwa musik
bukan hanya sekadar pilihan, melainkan bagian dari hidup yang tak bisa
ditinggalkan.
“Lagu 'Reflection' adalah simbol
dari kesempatan kedua untuk saya dan teman-teman kembali bermusik, untuk
mendengarkan kata hati, dan untuk memulai lagi dari titik yang lebih
jujur," ujar Gie Seddon.
Setelah lagu 'Reflection', lagu
kedua adalah 'Y&G' (Yellow and Green). Lagu dengan suasana sendu ini
mengingatkan saat kita berada di titik bimbang, tapi kita harus tetap berjalan.
Masuk lagu ketiga, 'Déjà Vu',
pesan dalam liriknya makin personal. Lagu ini soal cinta pada diri sendiri,
tentang bagaimana ternyata versi terbaik dari dirimu itu sebenarnya sudah ada
sedari dulu dan selalu terasa familier.
Lagu terakhir, 'Is Love',
menyimpan satu pesan utama: cinta yang selama ini mengelilingi kita mungkin
tidak terlihat atau tak dihargai akan tampak jelas Ketika kita kembali
terhubung dengan diri sendiri. Ini adalah perayaan penerimaan diri dan
melimpahnya cinta dalam hidup.
Bagi Fraidé, musik bukan hanya
soal nada, tapi tentang bagaimana ia bisa menyentuh, menemani, dan menjadi
cermin bagi perjalanan hidup seseorang.
Keempat lagu mereka membawa itu
semua. "Itulah yang ingin kami 'jual', tentang keterhubungan emosional.
Dan kami percaya, ketika sebuah lagu terasa relate, maka ia akan tinggal lebih
lama di hati pendengarnya," kata Gilang Hermani.
Proses rekaman empat lagu
tersebut dilakukan di dua studio sekaligus. Perekaman instrumen drum dan satu
lagu untuk vokal diabadikan di Abel Studio. Kemudian vokal untuk tiga lagu
lainnya direkam di Neverland Studio sekaligus bass dan gitarnya. Proses akhir
mixing dan mastering dikerjakan oleh Bayu Randu.
EP 'Reflection' rilis pada Jumat
18 Juli 2025 di gerai-gerai musik digital seperti Spotify, Apple Music, Deezer.
dll. Sedangkan untuk format audio visualnya berupa video lirik empat lagu akan
mengudara melalui kanal YouTube Fraidé.
Usai merilis EP ‘Reflection’,
Fraidé sudah mempunyai banyak rencana perihal karya. Fraidé akan menyiapkan
beberapa konten video live perform, hingga mulai mematangkan materi-materi baru
untuk album penuh tahun depan.


