Kuintet pop asal Serang, Banten
ini kembali menggoyahkan alunan Tweepop yang sudah kental dengan aransemen
manis menjadi alunan nada yang menjengkelkan lewat mini album mereka yang
bertajuk ‘Liberica’.
Grup band yang berisikan Ihsan
Karim (gitar, vokal), Rian Kahfi (bass), Faris Ramdhani (gitar), Iqbal Tawakal
(drum) dan Faiqal Zhafran (keyboard) ini telah menyelesaikan rencana mereka
selama setahun yang pastinya diisi dengan instrumen-instrumen kehidupan.
Tatkala matahari yang selalu
menyinari kehidupan, dalam mengemas Liberica, Dopamin sendiri memiliki tujuan
untuk terus selalu merangkul dan menyinari manusia-manusia yang mendengarnya.
Bukan tanpa sebab, melainkan di dalam mini album yang berisikan 5 buah lagu
ini, mereka merangkul beberapa aspek di dalam kehidupan, mulai dari hubungan
antar manusia dengan tuhan nya, manusia dengan dirinya sendiri, kesetaraan
gender, hingga kemuakan terhadap penguasa setempat.
Berbeda dengan single pertamanya,
di dalam mini album ini, Dopamin tampil lebih berani untuk lebih leluasa dalam
melakukan eskplorasi lintas genre. Masing-masing lagu dari mini album tersebut
memiliki aransemen yang berbeda-beda, namun tetap mempertahankan sisi
‘ke-Tweepop-an nya.
Seperti benih yang ditanam di
tanah yang tepat, lagu-lagu di dalam mini album ini memiliki potensi untuk
tumbuh menjadi sebuah pergerakan dan menjadi penyemangat bagi yang merasa
sendiri dalam kegelisahan dan ketidaksepahaman.
Hal ini dilakukan sekaligus untuk
menampar stigma pop yang ‘bersih’, ‘rapih’, dan ‘populer’. Liberica sendiri
diambil dari kata ‘Liberal’ yang berarti bebas dan ‘rhetoric’ yang berarti seni
atau ilmu berbicara. Dengan begitu, Liberica berarti kebebasan dalam berbicara
dengan menyampaikan pandangan yang luas tanpa batas dan terbuka, serta tidak
mudah terpengaruh dan terjebak dalam dogma atau pemikiran yang kaku.
HEY, MRS.BELLE
Bergerak dari banyaknya kasus
atau peristiwa di sekitar lingkungan kita yang masih banyak menganggap bahwa
perempuan hanyalah suatu ‘objek’ belaka, di mana dari semua hal ini, perempuan
terus merasa dirugikan sehingga ada kemungkinan bahwa perempuan akan mendapati julukan
sebagai kaum yang marjinal dalam konteks tertentu. Dimulai dari kasus pelecehan
seksual yang selalu menyalahkan perempuan, kasus kekerasan dalam rumah tangga,
pelecehan seksual yang terjadi di konser musik festival, hingga masyarakat yang
masih menyembah bahwa perempuan hanyalah sebatas ‘objek’ belaka. Dopamin hadir
untuk memberikan pesan atau menyuarakan bahwa itu semua bisa dilawan dengan
cara apapun melalui lagu ini. Maka dari itu, di dalam lagu ini, kami
persembahkan untuk kaum perempuan-perempuan
di luar sana yang hingga kini masih diteror dengan peristiwa-peristiwa yang
mengancam eksistensi diri mereka.
Mereka yang ketika menghirup
udara saja sudah mendapatkan ketidaknyamanan, mereka yang berjalan di malam
hari harus merasakan ketidakamanan, mereka yang mendapatkan stigma bahwa mereka
tidak cocok untuk dijadikan pemimpin, mereka yang ingin melakukan kebahagiaan
namun dibatasi oleh lingkungannya, mereka yang ingin bersuara namun selalu
dibungkam, mereka yang mendapatkan julukan ‘lemah’ oleh kaum tertentu, dapat
kita kemas melalui lagu ini dengan lirik percintaan yang manis dengan tujuan
untuk menyuarakan sekaligus mematahkan seluruh stigma negatif yang terjadi di
lingkungan sekitar kita.
BE ME!
Selalu menyendiri, berbeda dari
yang lain, mendengar ocehan sampah dari lingkungan sekitar, tidak membuat
seseorang menjadi gentar untuk melakukan apapun yang mereka sukai. Mulai dari
cara berpakaian, membuat identitas sosial, melakukan hal yang membuat kita
senang, menurut kami adalah suatu fenomena pelepasan kebebasan berkeskpresi
yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Setiap individu di muka bumi ini
memiliki hak atas kebebasan diri nya sendiri, tanpa terkecuali. Maka untuk itu,
di dalam lagu ini, kami tuangkan segala keresahan yang terjadi dalam realita
sosial kita yang seiring dengan berjalannya perkembangan zaman masih banyak
manusia- manusia yang selalu mendiskriminasikan atau memandang titik kebahagiaan suatu individu lain dengan hanya
sebelah mata. Lagu ini diciptakan untuk mereka yang merasa terasingkan dalam kehidupan
sosialnya. Sesuai dengan lirik lagu yang tertera, “Whatever what people say to
me, I just want to be happy with myself,” kami ingin membersamai individu-individu
yang mendapatkan kebebasan dirinya terbatasi oleh lingkungan sosialnya. Karena,
bagi kami, kebahagiaan adalah suatu hak perogatif dari seseorang.
VOOR HEN
Melihat kondisi Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang beberapa tahun ke belakang ini sangat semrawut, dimulai
dari kebijakan-kebijakan yang mungkin hanya masuk akal bagi anak-anak SD kelas
2 (atau bahkan lebih rendah lagi, sial!) para tokoh yang merampas duit yang
bukan hak-nya, para penjahat yang mengotori tangannya dengan membungkam kebebasan
berekspresi, para penegak hukum yang justru melanggar aturan dari hukum yang
mereka buat sendiri, para aparat yang justru melakukan tindakan represif atau
para aparat yang justru melakukan sesuatu hal yang menjijikan padahal mereka
yang seharusnya menjadi bagian untuk memusnahkan hal itu semua, (betapa
ironisnya malah mereka yang menjadi pemain utamanya), dan para tokoh yang membohongi
rakyat-rakyat kecil dengan menganggap bahwa rakyat adalah suatu sekumpuluan
orang LEMAH dan BODOH hanya demi kepentingan pribadi belaka. Lagu ini dibuat
untuk merepresentasikan atau menggambarkan dari kotornya perlakuan para
manusia-manusia yang narsistik, dengan mengecap dirinya sendiri adalah orang
yang KUAT dan tidak memiliki KEMALUAN untuk melakukan tindakan yang JAHAT. Padahal,
mereka tidaklah kuat, melainkan hanya seonggok tikus yang MANIPULATIF yang
dapat menjadi lantai yang disiram dengan super pel alias licik dan culas demi
kepentingan diri nya sendiri. Dan, ya, secara ringkas, lagu ini adalah lagu
satu-satunya dari Dopamin yang bertujuan untuk melakukan penyerangan berupa
kritik sosial terhadap orang-orang di ‘atas’ sana.
VERTIKULTURAL
Vertikultural, sebuah lagu yang
menggambarkan perjalanan hidup penuh pasang surut dan perubahan. Dengan lirik
yang menyentuh, lagu ini mengajak pendengar untuk merenungkan kesalahan dan
bagaimana setiap orang dapat bangkit dan berubah. Lirik seperti "Kembali
ke pangkuan, mempelajari kesalahan" dan "Mari mulai perubahan"
menyuarakan pesan bahwa meskipun hidup penuh tantangan, selalu ada kesempatan
untuk memperbaiki diri. Dengan alunan musik yang menggambarkan ritme kehidupan,
Vertikultural mengajak kita untuk terus berkembang dan merayakan perubahan